Lembaga
Yudikatif di Indonesia
A. Pengertian Lembaga
Yudikatif
Lembaga
Yudikatif adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis yuridis yang berfungsi
mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang-undangan
oleh institusi pemerintahan secara luas serta besifat independent dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Lembaga Yudikatif ini termasuk dalam bidang
ilmu hukum dari pada bidang politik kecuali dibeberapa negara dimana Mahkamah Agung
memainkan peranan politik berdasarkan konsep “yudicial review” (menguji ulang
peraturan perundang undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang
undangan yang ada di atasnya).
B.
Perbandingan Lembaga Yudikatif Pada Negara Demokrasi Dengan Lemabaga Yudikatif
Pada Negara Komunis
1.
Lemabaga Yudikatif Pada Negara Demokratis
Dalam
Negara demokratis, Badan Yudikatif dikenal dengan 2 sistem, yaitu :
A. Sistem
Common Law (negara anglo saxon)
a. Sistem
Common Law adalah sistem hukum yang tumbuh di negara Inggris. Sistem ini
berpedoman pada prinsip bahwa selain undang undang yang dibuat oleh parlemen
juga berpedoman pada peraturan lain yang merupakan common law. Keputusan ini
disebut juga dengan case law atau judge made law.
b. Karakterisitik
hukum dalam case law adalah pada umumnya negara tersebut tidak ada kodifikasi
hukum dalam kitab undang undang, karena dimana hakim sebagai suara undang
undang. Hukum case law cenderung mirip dengan hukum perdata adat tak tertulis.
B. Sistem
civil law (hukum perdata umum)
Sistem ini adalah sistem hukum yang
berpedoman pada hukum yang sudah ditetapkan. Atau sistem ini menganut paham
positivisme perundang-undangan atau legalisme yang berpendapat bahwa “undang
undang menjadi sumber hukum satu satunya”. Dalam implementasinya sistem ini
para hakim tidak boleh melakukan kodifikasi hukum melainkan harus berpedoman
pada hukum yang sudah ada untuk menyelesaikan persoalan persoalan. Keputusan
hakim disebut juga jurisprudensi, tetapi dasar keputusannya tetap pasal
tertentu dari kitab undang-undang.
Dalam kedua sistem secara teoristis hakim berhak
member keputusan baru terlepas dari jurisprudensi atau undang undang yang biasa
mengikatnya dengan evaluasi atau re-evaluasi jurisprudensi terlebih dahulu atau
interpretasi atau re-interpretasi baru kitab undang-undang lama. Tetapi dalam
praktek, para hakim tetap berpedoman pada keputusan lama,terutama pada
keputusan pengadilan yang lebih tinggi terutama MA. Badan Yudikatif di negara
federal pengadilan dapat menyelesaikan kasus antar negara bagian sedangkan di
negara kesatuan tidak.
2.
Lembaga Yudikatif Pada Negara Komunis
Di
negara komunis, peran seluruh lembaga kenegaraan diarahkan untuk kemajuan
komunis, karenanya segala aktivitas serta alat kenegaraan termasuk
penyelenggaraan hukum dan wewenang badan hukum merupakan prasarana untuk
melancarkan perkembangan kearah komunis.
Pandangan
umum yang bisa kita peroleh mengenai Badan yudikatif ialah:
1.
Badan Yudikatif dan Yudicial Review
Secara
umum Badan Yudikatif memiliki hak menguji yaitu hak menguji apakah peraturan
hukum yang lebih rendah dari UU sesuai dengan UU yang bersangkutan. Mahkamah
Agung memiliki fungsi Yudicial Review.
2.
Kebebasan Badan Yudikatif
Badan
Yudikatif pada umumnya yang ada bahwa tiap negara hukum masih berpegang pada
prinsip “bebas dari campur tangan badan eksekutif”. Tujuannya adalah agar Badan
Yudikatif dapat berfungsi dengan baik demi penegakan hukun dan keadilan serta
menjamin HAM. Pasal 10 Declarations of Human Rights, memandang kebebasan dan
tidak tidak memihaknya badan-badan pengadilan di dalam tiap tiap negara sebagai
sesuatu hal yang esensiil. Di beberapa negara jabatan hakim diangkat untuk
seumur hidup, contoh: Amerika Serikat dan Indonesia.
3.
Kekuasaan Badan yudikatif di Indonesia
Sistem
hukum yang belaku di Indonesia, khususnya hukum hukum perdatanya hingga kini
masih terdapat dualism, yaitu:
a. Sistem
Hukum Adat, suatu tata hukum yang becorak asli Indonesia dan umumnya tidak
tertulis.
b. Sistem
Hukum Eropa Barat (Belanda) yang dipengaruhi oleh hukum romawi. Asas kebebasan
Badan Yudikatif adalah berpedoman pada pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945 bahwa
“Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka. Artinya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan
dalam UU tentang kedudukan para hakim”. Dalam UU no 19 th 1964, tentang
pokok-pokok kekuasaan kehakiman pasal 19 dikatakan bahwa “Demi kepentingan
revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang
mendesak, Presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal pengadilan”.
4. Badan Yudikatif pasca era Reformasi di Indonesia
Badan
Yudikatid di era reformasi di Indonesia terjadi perubahan. Perubahan ini
sejalan dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 bab IX tentang kekuasaan
kehakiman pasal 24 ayat 2 menetapkan bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan
kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, TUN dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Wewenang Badan Yudikatif menurut UUD 1945 Amandemen,
adalah sebagai berikut:
1. Mahkamah
Agung : adalah mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang (pasal 24A ayat 1).
2. Mahkamah
Konstitusi adalah berwenang mengadili tingkat pertama dan terakir yang bersifat
final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga negara , memutus
pembubaran parta politik dan perselisihan tentang hasil pemilu ( pasal 24 C
ayat 1 ).
3. Komisi
Yudisial adalah berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan
menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim ( pasal 24B ayat
1).
C. Badan-badan Yudikatif di Indonesia
1.
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah
Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan
Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah
Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara.
Peradilan
Mahkamah Agung menganut sistem continental. Dalam sistem tersebut MA merupakan
pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan
menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara ditetapkan
secara tepat dan adil serta memiliki sifat yang netral dari intervensi
pemerintah (independent).
a.
Kewajiban dan wewenang MA
Menurut
Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
1. Berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
2. Mengajukan
3 orang anggota Hakim Konstitusi
3. Memberikan
pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
b.Tugas
Pokok dan Fungsi MA
1)
Fungsi Peradilan
a) Sebagai
Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang
bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan
peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah
negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
b) Disamping
tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan
memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir:
•
semua sengketa tentang kewenangan mengadili
•
permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan
34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
•
semua sengketa yang timbul karena
perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia
berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang
Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
c) Erat
kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang
tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya)
bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
2)
Fungsi Pengawasan
A. Mahkamah
Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan
Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan
berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan
Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970)
B. Mahkamah
Agung juga melakukan pengawasan:
1. Terhadap
pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat
Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan
tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi
peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan
Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
2. Terhadap
Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
3)
Fungsi Pengaturan
a) Mahkamah
Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur
dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi
kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelengaraan
peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang
No.14 Tahun 1985)
b) Mahkamah
Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang
4)
Fungsi Pemberian Nasehat
a) Mahkamah
Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang
hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung
No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku
Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35
Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama
Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung
diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku
Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan
pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya
b) Mahkamah
Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan
disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25
Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung)
5)
Fungsi Administrasi
a) Badan-badan
Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan
Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14
Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini
masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11
(1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan
Mahkamah Agung
b) Mahkamah
Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan
tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman)
6)
Fungsi Lainnya
Selain
tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun
1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat
diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang
2.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Mahkamah
Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman
bersama-sama dengan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (Pasal 1 UU No.24 tahun 2004).
a.
Sejarah Berdirinya MK
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah
Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK dalam amandemen konstitusi
yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) pada tahun 2001
sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat (2) pasal 24C dan pasal 7B
UUD 1945 hasil perubahan ketiga yang disahkan pada 9 November 2001. Ide
pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan
modern yang muncul di abad ke-20.
Setelah
disahkannya Perubahan ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan
MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara
sebagaimana diatur dalam pasal III aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan
Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan
Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan
mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden.
Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus
2003, Presiden melalui keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003, hakim
konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah
jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah
pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai
mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman
menurut ketentuan UUD 1945.
b.
Visi dan Misi MK
1)
Visi
Tegaknya
konstitusi dalam rangka mewujudkan cita-cita Negara hokum dan demokrasi demi
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.
2)
Misi
a) Mewujudkan
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya
b) Membangun
konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi
c) Kewajiban
dan Wewenang MK
Menurut
Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
a) Berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan
Umum
b) Wajib
memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945
Tugas Pokok MK
a) Menguji
undang-undang terhadap UUD
b) Memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar
c) Memutus
pembubaran partai politik
d) Memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum
e) Memutus
pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
3.
Komisi Yudisial Republik Indonesia
Komisi
Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 22 tahun 2004
yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung.
a.
Visi dan Misi KY
·
Visi
Terwujudnya penyelenggara kekuasaan
kehakiman yang jujur, bersih, transparan, dan professional
·
Misi
1. Menyiapkan
calon hakim agung yang berakhlak mulia, jujur, berani dan kompeten
2. Mendorong
pengembangan sumber daya hakim menjadi insan yang mengabdi dan menegakkan hukum
dan keadilan
3. Melaksanakan
pengawasan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang efektif, terbuka dan dapat
dipercaya
b. Tujuan KY
·
Agar dapat melakukan monitoring secara
intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan
unsur-unsur masyarakat
·
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun
monitoring perilaku hakim
·
Menjaga kualitas dan konsistensi putusan
lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang
benar-benar independen
·
Menjadi penghubung antara kekuasaan
pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan
kehakiman
c. Wewenang KY
Komisi Yudisial
berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim
d. Tugas Pokok KY
·
Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung
·
Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
·
Melakukan seleksi terhadap calon Hakim
Agung
·
Menetapkan calon Hakim Agung
d)
Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR
Menjaga dan Menegakkan Kehormatan,
Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim
·
Menerima laporan pengaduan masyarakat
tentang perilaku hakim
·
Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran perilaku hakim
·
Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa
rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah Agung dan tindasannya disampaikan
kepada Presiden dan DPR
4.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Kejaksaan
Agung (KA) adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di
bidang penyidikan dan penuntutan yang menurut undang-undang dan bebas dari
pengaruh kekusaan manapun.
5.
Departemen Kehakiman dan HAM
Departemen
Kehakiman dan HAM adalah lembaga yang memiliki kekuasaan kehakiman dan HAM yang
merupakan lembaga kekuasaaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
6.
Kepolisian Republik Indonesia
Kepolisian
Republik Indonesia (Polri) ialah lembaga yang melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap tindakan yang menggangu keamanan dan ketertiban masyarakat
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
7.
Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga yang dibentuk dengan undang-undang
no.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki
tugas untuk melakukan penyidikan, penyelidikan dan penuntutan terhadap pelaku
tindak pidana korupsi.
8.
Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pengadilan
Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan
khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
8.
Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pengadilan
Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan
khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
a.
Kedudukan Pengadilan HAM
Pengadilan
HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya
meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Daerah hukum
pengendalian yang dimaksud adalah Daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri
Makassar.
b.
Tujuan Pengadilan HAM
Tujuan
dari Pengadilan Ham ialah untuk menjamin pelaksanaan Hak Asasi Manusia serta
member perlindungan, kepastian, keadilan dan perasaan aman kepada perorangan
dan masyarakat.
c.
Kewenangan Pengadilan HAM
1. Bertugas
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dan
berwenang
2. Pengadilan
HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat yang dilakukan oleh seorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat
kejahatan dilakukan
3.
Penghilangan orang secara paksa
4.
Kejahatan apartheid (Undang-Undang no.26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Contoh
Kasus Yang berkaitan Dengan Kewajiban, Wewenang, Tugas dan Fungsi dari MA, MK
dan KY
Kamis, 30/07/2009 03:07
WIB
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
Partai Diminta Uji Materi ke MK Sebagai Sengketa Kewenangan Antarlembaga
Anwar Khumaini – detikNews
Jakarta - Putusan Mahkamah Agung soal pembatalan penghitungan tahap kedua terus menjadi polemik. Untuk menuntaskannya, di usulkan kasus ini uji materiilkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai sengketa kewenangan antarlembaga negara terhadap kewenangan yang diatur dalam UUD.
"Pengajuan dilakukan oleh fraksi atau partai yang dirugikan secara konstitusional oleh putusan MA. Karena berdasarkan UUD, kekuasaan pembentukan UU adalah DPR, dan Pasal 205 ayat (4) UU 10 th 2008 sudah dituangkan secara benar dan tidak bertentangan dalam pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU No 15 Tahun 2009," kata anggota Komisi II DPR Ferry Mursyidan Baldan.
Hal tersebut dia sampaikan via pesan singkat yang diterima detikcom, Rabu (29/7/2009) malam.
Substansi pengaturan ini, menurut mantan Ketua Pansus RUU Pemilu ini adalah bagian dari sistem penentuan perolehan kursi dalam Pemilu Legislatif sebagai bentuk politik per-UU-an dan regulasi yang ditetapkan DPR.
"Karenanya, Putusan MA yang mengabulkan permohonan pembatalan pengaturan penetapan perolehan kursi tahap 2 adalah sama dengan membatalkan regulasi penentuan perolehan kursi tahap 2 sebagaimana dimaksud dalam UU 10 tahun 2008 tentang Pemilu," jelas pria berkacamata tersebut.
Dengan mengabulkan judicial review tersebut, MA melenceng dari aturan karena sudah menggunakan kewenangan pengaturan dalam pembentukan UU yang menurut UUD adalah merupakan kewenangan DPR.
"Dengan demikian, maka MK diminta untuk memutus, bahwa putusan MA no 15 th 2009 melampaui batas kewenangan yang diatur dalam konstitusi, dan karenanya dinyatakan batal," tegas Ferry.
Ferry mengharapkan, putusan MK ini nantinya dapat menjadi pengakhiran dan penegasan terhadap mengambangnya muara dari suatu proses politik yang berpotensi dapat merusak tatanan sistem pemilu yang sedang dibangun.
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
Partai Diminta Uji Materi ke MK Sebagai Sengketa Kewenangan Antarlembaga
Anwar Khumaini – detikNews
Jakarta - Putusan Mahkamah Agung soal pembatalan penghitungan tahap kedua terus menjadi polemik. Untuk menuntaskannya, di usulkan kasus ini uji materiilkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai sengketa kewenangan antarlembaga negara terhadap kewenangan yang diatur dalam UUD.
"Pengajuan dilakukan oleh fraksi atau partai yang dirugikan secara konstitusional oleh putusan MA. Karena berdasarkan UUD, kekuasaan pembentukan UU adalah DPR, dan Pasal 205 ayat (4) UU 10 th 2008 sudah dituangkan secara benar dan tidak bertentangan dalam pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU No 15 Tahun 2009," kata anggota Komisi II DPR Ferry Mursyidan Baldan.
Hal tersebut dia sampaikan via pesan singkat yang diterima detikcom, Rabu (29/7/2009) malam.
Substansi pengaturan ini, menurut mantan Ketua Pansus RUU Pemilu ini adalah bagian dari sistem penentuan perolehan kursi dalam Pemilu Legislatif sebagai bentuk politik per-UU-an dan regulasi yang ditetapkan DPR.
"Karenanya, Putusan MA yang mengabulkan permohonan pembatalan pengaturan penetapan perolehan kursi tahap 2 adalah sama dengan membatalkan regulasi penentuan perolehan kursi tahap 2 sebagaimana dimaksud dalam UU 10 tahun 2008 tentang Pemilu," jelas pria berkacamata tersebut.
Dengan mengabulkan judicial review tersebut, MA melenceng dari aturan karena sudah menggunakan kewenangan pengaturan dalam pembentukan UU yang menurut UUD adalah merupakan kewenangan DPR.
"Dengan demikian, maka MK diminta untuk memutus, bahwa putusan MA no 15 th 2009 melampaui batas kewenangan yang diatur dalam konstitusi, dan karenanya dinyatakan batal," tegas Ferry.
Ferry mengharapkan, putusan MK ini nantinya dapat menjadi pengakhiran dan penegasan terhadap mengambangnya muara dari suatu proses politik yang berpotensi dapat merusak tatanan sistem pemilu yang sedang dibangun.
Sumber referensi
1.
http://peterrchandradinata.blogspot.com/2009/10/lembaga-yudikatif-di-indonesia.html
2.
Prof. Mariam Budiarjo; Dasar
- dasar ilmu politik, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
3. Undang-undang No.22 tahun
2004 tentang Komisi Yudisial.
terima kasih sangat membantu
BalasHapusArtikelnya bermanfaat kak, ini saya juga punya artikel tentang Badan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, smoga dpt saling melengkapi
BalasHapusPengertian Eksekutif, Legislatif, Yudikatif Serta Fungsi dan kekuasaanya